Nama Pengarang : Galang Lufityanto
Penerbit : PT Era Adicitra Intermedia
Tahun Terbit : 2002
Jumlah Halaman : XIII + 117
Di malam hari yang gelap disertai hujan deras, seorang gadis memandangi
hujan di balik jendela kamar apartemennya yang terletak di gang di samping
Albert Street. Hujan yang tiada henti yang membasahi bumi dan membuat hitamnya
aspal menjadi semakin hitam. Rintik air hujan menimpa tenda plastic café di pinggir jalan. Satu dua
orang yang duduk di sana tanpa sadar terbawa suasana. Mendung Melbourne
menularkan mendung di wajah mereka.Angin malam bertiup kencang dari ujung gang
kecil hingga puncak gedung bertingkat menendang kaleng menuman kosong hingga
menggelinding di sepanjang jalan yang menimbulkansuara yang membuat orang-orang
membayangkan sesuatau yang benar-benar buruk tengah terjadi di malam yang sepi.
Seorang gelandangan mencoba menghindari dari serangan hujan. Di belakang
Restoran China angin malam membuat tulang-tulang menyelisip dan membuat orang
lanjut usia mengeluh.Bila malam hari perempatan Albert Street ramai dilewati
kendaraan banyak orang yang mengunjungi River God Fountain. Tak peduli
dinginnya udara hari itu dan mereka tampak lucu menggembungkan seperti bola
footy dalam balutan jaket tebal mereka. Pukul setengah sembilan malam yang ditunggu
belum datang. Tiga puluh menit setelah menutup tirai jendela , gadis itu pun
kemudian duduk dan tangannya meremas-remas kulit sofa, rasa sedih yang terus
menghantuinya.Si gadis beranjak dari kursi, melintasi ruang tamu yang melewati
vas bunga dan deloin setengah kayu di samping pintu. Sepeuluh menit menjelang
jam sepuluh tepat. Orang yang ditunggunya telah sampai, gadis itu tersenyum
kecut seperti novel karangan Jackie Callins. Gadis itu dilepaskan beban
punggungnya pada sandaran sofa yang empuk dan tubuhnya seperti melesak di
dalamnya.Setelah sampai di depan apartemennya, wanita itu turun dari mobil.
“Terimakasih”. Ucap wanita itu malu-malu sambil mencari pandangan kepada
laki-laki itu dan mukanya merah ketika ia tahu lelaki itu juga
memperhatikannya. Dengan perasaan yang berbunga-bunga waita itu menyusuri
koridor bangunan apartemennya. Disapa semua orang yang ditemuinya. Ia membuat
orang yang hendak bersipa tidur menjadi binggung melihat tingkah keanehan
wanita itu. Ia menaiki tangga kayu yang sudah tua yang berderak sebagai alunan
music yang mengiringi jantungnya yang tengah menari kegiarangan. Beberapa saatb
kemudian ia tiba di pintu apartemennya. Ia langsung membuka pintu dan langsung
berkata , “ Aku pulang”. Wanita itu ceria kemudian mengeluarkan barang yang ada
di tas kertasnya. Ia membeli banyak barang mulai dari makanan kering. Majalah
Dolly hingga bunga dan delion yang masih segar. Ia bercerita tentang lelaki tampan itu dengan semangat.
Dan wanita buruk rupa itutidak menjawab dan meresponnya. Tak lama
kemudianwanita itu menjerit kesakitan. Serangan kedua tangan mengenai wajah
bagian kanan. Si Gadis itu menekan pisau seperti menyentuh tulang pipinya dan
wanita itu tak sadarkan diri Castor dan pollu-pollu adalah anak kembar yang
terkenal dalam mitologi Yunani. Mereka sering disebut Dios Curl walaupun mereka
dikatakan sebagai anak Tyndareus, Raja Sparta. Namun orang percaya bahwa hanya
Castor saja yang betul-betul putra
Tyndareus. Sedangkan ayah Poluu-pollu yang sebenarnya adalah Zeus, raja para
dewa yang menguasai angin dan gelombang. Castor dapat meninggal dunia sedangkan
Pollu-pollu yang merupakan putra dewa dan castor terbunuh dalam suatu
pertempuran Pollu-pollu merasa kehilangan